Jumat, 17 November 2023 11:00 WIB

Asma

picture-of-article

Asma adalah masalah kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup dengan sangat signifikan. Pada orang dewasa, asma dapat berkembang menjadi penyakit menahun. Adapun pada anak-anak, kadang kondisinya bisa membaik atau bahkan tak lagi mengalami asma ketika masuk masa remaja. Namun tak tertutup kemungkinan penyakit tersebut kembali lagi terutama bila tak menjalani perawatan dengan tepat dan berkelanjutan.

Mengenal Asma

Asma adalah penyakit kronis pada paru-paru yang membuat penderitanya merasa kesulitan bernapas. Jutaan orang di seluruh dunia mengidap problem kesehatan ini. Asma bisa terjadi pada usia berapa pun, tapi lebih lazim dijumpai pada anak-anak ketimbang orang dewasa.

Dalam pernapasan yang normal, udara bisa mengalir masuk dan keluar dengan bebas dari paru-paru. Namun, saat terjadi serangan atau episode asma, saluran udara di paru-paru membengkak dan dada terasa sesak. Akibatnya, orang yang merasakannya akan batuk-batuk, bersin, hingga sesak napas.

Sel-sel yang teriritasi di saluran udara akan menyebabkan peningkatan produksi lendir yang semakin membuat sulit bernapas karena saluran udara jadi sempit. Lendir bernama mukus ini sebetulnya berfungsi membantu melindungi paru-paru dari penyebab iritasi seperti debu, bakteri, dan asap.

Secara umum, terdapat dua macam asma, yakni:

  • Asma ekstrinsik yang merupakan respons sistem imun terhadap alergen di lingkungan seperti debu, serbuk sari, dan bulu bintang. Jenis asma ini mengakibatkan dua macam reaksi, yakni hipersensitif instan yang terjadi dalam 30 menit setelah paparan alergen dan hipersensitif tertunda yang muncul sekitar 6-8 jam kemudian.
  • Asma intrinsik yang tidak diketahui apa agen penyebabnya. Biasanya serangan asma ini terjadi akibat reaksi emosional yang ekstrem dan tiba-tiba, seperti marah, menangis, tertawa, stres, atau kontak dengan zat kimia seperti asap rokok, cairan pembersih, dan aspirin. Infeksi dada dan aktivitas fisik yang berat juga bisa menjadi pemicu.

Serangan asma terjadi ketika paru-paru terpapar suatu pemicu, seperti debu. Pembengkakan paru-paru akibat asma bisa terjadi dengan perlahan dan tak disadari penderitanya hingga kemudian muncul gejala yang lebih jelas. Gejala asma umumnya bisa dikendalikan dengan perawatan. Sebagian besar pengidap asma bisa hidup dengan normal dan aktif, meski ada juga yang mengalami masalah berkepanjangan karena menderita asma yang berat.

Gejala asma antara satu individu dan yang lain bisa berbeda-beda. Gejala ini juga bisa muncul kapan pun baik pagi, siang, sore, maupun malam, tergantung penyebabnya. Gejala yang umum antara lain:

  • Bersin baik terus-menerus maupun hanya sesaat
  • Batuk yang makin parah terutama pada malam hari sehingga sulit tidur atau pada pagi hari
  • Napas pendek, seolah-olah penderitanya tak bisa menarik ataupun mengeluarkan napas
  • Dada sesak atau nyeri, kadang dada terasa seperti diremas atau ditekan dengan kuat

Selain bisa terjadi tanpa diduga, gejala ini bervariasi dalam hal intensitas ketika dialami penderitanya. Ada yang ringan dan hanya butuh perawatan mandiri, tapi ada juga yang berat hingga mesti dirawat di rumah sakit.

Penyebab asma seringnya tak bisa diketahui secara pasti. Ada kemungkinan asma berkaitan dengan genetik atau merupakan penyakit keturunan dari keluarga. Bisa juga asma berhubungan dengan kondisi lain, seperti alergi, eksim, dan demam alergi serbuk bunga.

Serangan asma bisa muncul ketika ada pemicunya, seperti:

  • Polutan pada udara yang dihirup
  • Perubahan cuaca atau udara dingin
  • Infeksi virus
  • Asap
  • Zat kimia
  • Debu
  • Jamur
  • Lumut
  • Hama, seperti kecoa dan tikus
  • Bulu atau air liur binatang
  • Aroma yang kuat
  • Emosi
  • Olahraga berat

Karena pemicu asma bisa berlainan pada setiap orang, penting bagi orang tersebut untuk memahaminya agar bisa menghindari paparan pemicu itu sehingga tak terkena serangan asma.

Dalam melakukan diagnosis asma, dokter pertama-tama akan menanyakan dan memeriksa gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan mengecek riwayat medis pasien, termasuk soal riwayat asma dan alergi dalam keluarga, obat-obatan yang sedang diminum, dan gaya hidup sehari-hari.

Berdasarkan informasi itu, dokter bisa mengetahui apa kira-kira yang memicu serangan asma pada pasien. Misalnya pasien punya riwayat alergi, maka besar kemungkinan ia mengalami serangan asma ketika terpapar alergen tertentu. Begitu pula bila ada riwayat asma dalam keluarga.

Untuk memastikan, dokter bisa menggelar tes alergi agar tahu apakah ada alergi tertentu yang memicu asma. Selain itu, dokter mungkin perlu melakukan tes fungsi paru-paru dengan obat bernama bronkodilator. Bila fungsi paru jauh membaik sehabis menggunakan bronkodilator, kemungkinan besar pasien mengidap asma.

Untuk mengatasi asma, perlu diketahui dulu apa pemicunya. Selain itu, bagi anak-anak, penting bagi orang tua untuk memberitahu lingkungan sekitar, termasuk sekolah, mengenai asma yang diidap sang anak. Dengan begitu, orang-orang di sekitar bisa membantu ketika anak mengalami serangan asma.

Secara umum, terdapat dua jenis penanganan obat yang kerap digunakan untuk mengatasi asma, yakni pelega dan pencegah. Namun dalam kasus yang lebih serius, diperlukan obat pengendali.

Pelega digunakan untuk membuka saluran udara agar lebih mudah bernapas. Obat yang sering digunakan antara lain salbutamol. Dalam serangan asma, obat ini perlu digunakan setiap 2-4 jam. Setelah kondisi membaik, obat bisa digunakan 3-4 kali per hari hingga gejala hilang.

Adapun contoh obat pencegah adalah Flixotide atau Pulmicort yang dihirup dengan inhaler dan Singulair yang ditelan dalam bentuk tablet. Fungsinya adalah mencegah serangan asma. Sedangkan obat pengendali biasa digunakan jika gejala tak bisa dicegah. Misalnya Serevent dan Formeterol. Obat ini selalu digunakan sebagai tambahan pencegah dan kerap dikombinasikan ke satu alat inhaler.

Ketika tak dapat dikendalikan atau melewatkan perawatan rutin, asma bisa berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan mengganggu aktivitas hingga produktivitas. Komplikasi yang bisa muncul antara lain:

  • Merasa lelah terus-terusan
  • Sering absen dari sekolah atau pekerjaan
  • Stres, gelisah, atau depresi
  • Tidak bisa beraktivitas dengan lancar karena kerap terkena serangan asma
  • Infeksi paru-paru (pneumonia)
  • Pertumbuhan atau pubertas terhambat pada anak-anak

Dalam kasus yang berat, serangan asma juga bisa mengancam jiwa.

Tidak ada cara yang terbukti dapat mencegah seseorang mengidap asma. Meski begitu, menurut CDC, ada strategi yang manjur untuk mengurangi risiko rawat inap hingga pembengkakan biaya perawatan medis akibat asma.

Strategi ini antara lain mencakup:

  • Edukasi tentang cara mengendalikan asma secara mandiri dan mengurangi pemicu
  • Berhenti merokok dan menghentikan paparan asap rokok
  • Pemahaman mengenai manajemen medis sesuai dengan panduan
  • Ketersambungan dan koordinasi perawatan di berbagai tempat
  • Kebijakan lingkungan untuk mengurangi berbagai pemicu asma

Strategi ini tidak hanya diperuntukkan bagi pasien sendiri, tapi juga keluarga dan komunitas di sekitarnya. Diharapkan dukungan lingkungan bisa membantu pasien dalam mencegah serangan asma.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika merasakan gejala yang mengarah ke penyakit asma, penting untuk segera memeriksakan diri agar mendapat diagnosis secepatnya. Diagnosis ini diperlukan untuk menentukan perawatan yang tepat demi pengendalian gejala dan supaya pasien terhindar dari risiko komplikasi asma yang bisa membahayakan jiwa.

 

Ditinjau oleh:

dr. Sitti Nurisyah, Sp.P (K)
Dokter Spesialis Paru
Primaya Hospital Makassar

https://primayahospital.com/paru/asma/

Baca juga : Nyeri Telapak Kaki (Metatarsalgia Pain)

0 Disukai

297 Kali Dibaca