Dua komponen besar yang mempengaruhi keseimbangan energi dan pembentukan lemak adalah:
- Asupan Energi (energy intake).
- Penggunaan Energi (energy expenditure). Energi yang digunakan untuk metabolisme saat istirahat, melakukan aktivitas fisik, proses pengolahan, penyerapan, dan distribusi makanan.
Bila asupan energi > penggunaan energi, maka terjadi surplus energi yang akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan otot (dalam jumlah terbatas) dan sebagai lemak simpanan (dalam jumlah banyak) di sel lemak sehingga ukuran sel lemak di dalam jaringan lemak (Adiposa) bertambah besar. Bila ini terjadi pada usia pertumbuhan, maka bukan hanya ukurannya saja yang bertambah tetapi jumlah sel lemaknya pun bertambah.
Pada keseimbangan energi yang terganggu, baik defisit maupun surplus, yang berubah adalah lemak simpanan, bukan lemak esensial yang membangun struktur organ tubuh manusia.
Obesitas dipandang sebagai suatu kondisi kronis akibat terjadinya kelebihan akumulasi deposit lemak tubuh dalam jaringan adiposit yang berdampak pada kesehatan, meningkatkan resiko kejadian penyakit bahkan kematian (CMAJ 4 Agustus 2020).
Upaya menanggulangi Obesitas ditujukan untuk mengurangi lemak tubuh, bukan sekedar penurunan berat badan. Ingat bahwa komponen terbesar dari BB adalah air 60-65%, disusul lemak 15-28%, protein, KH, mineral, dan sedikit vitamin. Hal ini akan membutuhkan pengelolaan seumur hidup.
Penurunan BB 3-5% dapat menghasilkan peningkatan kesehatan.
Prinsip menurunkan Berat Badan yaitu menciptakan defisit energi sehingga memaksa tubuh menggunakan lemak simpanan sebagai sumber energi, melalui upaya mengurangi asupan energi dan meningkatkan aktivitas fisik.
Tahapan menciptakan defisit energi:
- Mengubah pola kebiasaan makan dan mengonsumsi diet rendah energi.
- Lakukan aktivitas fisik dan olahraga rutin setiap hari.
- Konsumsi obat bila diperlukan.
- Bila tidak berhasil, pertimbangkan terapi salah satunya dengan ke Psikolog.
- Upaya terakhir yaitu tindakan bedah (Bariatric Surgery).
Modifikasi gaya hidup berupa konseling, perubahan diet, aktivitas fisik, dan terapi perilaku diindikasikan pada BMI/IMT ≥ 25 kg/m2.
Berikut penjelasan mengenai pertimbangan farmakoterapi (penggunaan obat) pada pengelolaan Obesitas:
- BMI/IMT ≥ 30 kg/m2, sulit melakukan olahraga, diet rendah energi, mengubah pola kebiasaan makan, maupun aktivitas fisik.
- BMI/IMT ≥ 27 kg/m2 dengan faktor penyulit/komplikasi Obesitas (pengobatan disertai dengan medical therapy nutrition, aktivitas fisik, dan intervensi psikologi).
- Pada Prediabetes dan Diabetes Mellitus Tipe II, BMI/IMT ≥ 27 kg/m2 disertai perubahan kebiasaan hidup sehat dalam pengendalian/kontrol gula darahnya.
WHO mensyaratkan bahwa obat-obatan yang digunakan untuk membantu penurunan BB haruslah memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:
- Efektif mengurangi berat badan dan risiko penyakit penyerta Obesitas.
- Efek samping minimal, dapat ditoleransi.
- Penggunaan jangka panjang aman dan tetap efektif.
- Tidak menimbulkan ketergantungan.
- Mekanisme kerjanya jelas.
Dikenal 3 kelompok obat:
- Obat penekan nafsu makan (Diethylpropion, Apisate)
- Obat penghambat pencernaan lemak (Orlistat, Xenical)
- Obat peningkat penggunaan energi (Ephedrin, Cafein)
Dalam perkembangan pengobatan Obesitas, terdapat 1 golongan obat yaitu analog GLP-1/Glucagon like peptide (Liraglutide), dimana dari sejumlah studi menyebutkan selain dapat mengontrol gula darah tinggi pada Diabetes Melitus tie 2 juga memberikan manfaat tambahan terhadap kondisi jantung, lemak tubuh, dan pengurangan berat badan.
Rekomendasi penggunaan obat-obatan dalam pengeloalaan berat badan berlebih diberikan setelah konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Prinsip dilakukannya terapi bedah pada Obesitas, antara lain:
- Mengurangi asupan makanan (restriksi).
- Memperlambat pengosongan lambung.
- Mengurangi absorpsi makanan (gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus).
Bedah Bariatrik dipertimbangkan dilakukan pada:
- BMI ≥ 40 kg/m2 atau BMI ≥ 35 kg/m2 dengan penyakit penyerta obesitas yang tidak berhasil dengan terapi konvensional.
- BMI 30-35 kg/m2 dengan Diabetes Mellitus Tipe II yang tidak terkontrol melalui manajemen medis yang optimal.
Belum Ada Komentar