Rabu, 24 Maret 2021 08:44 WIB

Zat Aditif

picture-of-article

​​​​​​Zat Aditif atau bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.

Penggunaan zat aditif sudah sejak dahulu dipergunakan. Zat aditif bukan merupakan bahan yang secara alamiah bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan, atau pengemasan.

Di Indonesia, zat aditif pada makanan disebut dengan istilah Bahan Tambahan Pangan (BTP).Produksi dan penjualan seluruh produk makanan dan minuman yang menggunakan zat aditif harus mendapatkan izin edar dan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar aman dikonsumsi oleh masyarakat.

Informasi mengenai zat aditif pada makanan biasanya terlampir pada label makanan dengan nama kimiawi, misalnya garam adalah sodium atau natrium klorida, vitamin C adalah ascorbic acid atau asam askorbat, dan vitamin E adalah alpha tocopherol. Produsen biasanya hanya menggunakan zat aditif secukupnya untuk mencapai hasil yang diinginkan. 

Zat aditif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu zat aditif alami dan zat aditif sintetis atau buatan. Zat aditif yang bersifat alami bisa berasal dari tumbuhan (contohnya rempah-rempah dan tanaman herbal), hewan, atau mineral yang dapat menambah cita rasa pada makanan. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dan organisasi pangan dan pertanian internasional (FAO) jenis zat aditif pada makanan dapat digolongkan menjadi 3 kategori utama, yaitu:

  1. Zat Perasa Makanan 
    Zat perasa makanan adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan aroma dan memperkuat rasa. Jenis zat aditif ini paling banyak digunakan dalam berbagai produk camilan, minuman ringan, sereal, kue, hingga yoghurt. Bahan perasa alami bisa berasal dari kacang, buah-buahan, sayuran, hingga rempah-rempah. Zat perasa makanan juga tersedia dalam bentuk sintetis yang mirip dengan rasa makanan tertentu.
  2. Enzyme Preparation
    Jenis zat aditif ini biasanya diperoleh melalui proses ekstraksi dari tanaman, produk hewani, atau mikroorganisme seperti bakteri. Enzyme preparation umumnya digunakan sebagai alternatif zat aditif yang berbahan kimia dalam proses pemanggangan kue (untuk memperbaiki adonan), pembuatan jus buah, fermentasi anggur dan bir, serta pembuatan keju.
  3. Zat Aditif Lainnya
    Jenis zat aditif ini meliputi zat pengawet, zat pewarna, dan zat pemanis.
    • Zat pengawet dapat memperlambat pembusukan yang disebabkan oleh jamur, udara, bakteri, atau ragi. Pengawet juga mampu menjaga kualitas makanan dan membantu mengendalikan kontaminasi pada makanan yang dapat menyebabkan penyakit, seperti botulisme.
      Beberapa jenis zat aditif pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan, yaitu asam sorbat, asam benzoat, etil para-hidroksibenzoat, metil para-hidroksibenzoat, nisin, nitrit, nitrat, asam propionat, dan lisozim hidroklorida.
    • Zat pewarna adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru. Zat pewarna yang diizinkan oleh Permenkes adalah magnesium karbonat dan magnesium hidroksida.
    • Zat pemanis (sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.
      • Pemanis alami adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alami meskipun prosesnya secara sintetik maupun fermentasi. Pemanis alami yang diizinkan oleh Permenkes adalah sorbitol, silitol, eritritol, gula pasir, gula aren, madu, manitol, isomalt/isomaltitol, glikosida steviol, maltitol, dan laktitol.
      • Pemanis buatan adalah pemanis yang diproses secara kimiawi dikarenakan senyawa tersebut tidak tersedia di alam. Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa. Pemanis alami yang diizinkan oleh Permenkes adalah Asesulfam-K, aspartam, asam siklamat serta garam kalsium dan natriumnya, sukralosa, dan neotam.

Selain itu, ada berbagai jenis zat aditif lain pada makanan yang memiliki kegunaan tersendiri, di antaranya:

  1. Antioksidan, untuk mencegah makanan dari proses oksidasi yang menyebabkan makanan menjadi bau atau busuk.
  2. Pengatur keasaman (acidity regulator), untuk mengasamkan, menetralkan, atau mempertahankan tingkat keasaman (pH) makanan.
  3. Humektan, untuk menjaga makanan tetap lembap.
  4. Garam mineral, untuk meningkatkan tekstur dan rasa.
  5. Stabilizer dan firming agent, untuk mempertahankan kelarutan makanan.
  6. Pengemulsi (emulsifier), untuk menghambat penggumpalan lemak pada makanan.
  7. Pengembang (raising agent), untuk melepaskan gas yang dapat membuat adonan kue dan roti lebih mengembang.
  8. Flour treatment, untuk memperbaiki hasil pemanggangan.
  9. Glazing agent atau zat pelapis, untuk memperbaiki penampilan dan melindungi makanan.
  10. Foaming agent, untuk menjaga konsistensi pembentukan buih.
  11. Pembentuk gel (gelling agent), bahan tambahan pangan untuk membentuk gel.

Zat aditif  bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi zat aditif buatan atau sintetis. Maka dari itu pemerintah mengatur penggunaan zat aditif makanan secara ketat dan juga melarang penggunaan zat aditif makanan tertentu jika dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya. 

Untuk memastikan zat aditif pada makanan dapat digunakan tanpa efek berbahaya, maka ditentukanlah jumlah asupan harian yang layak dikonsumsi (Acceptable Daily Intake/ADI). ADI adalah perkiraan jumlah maksimal zat aditif pada makanan yang dapat dikonsumsi dengan aman setiap hari selama seumur hidup, tanpa efek kesehatan yang merugikan.

Batas maksimum penggunaan zat aditif pada makanan ini telah ditentukan oleh BPOM. Bagi para produsen yang melanggar batas ketentuan tersebut, mereka bisa dijatuhi sanksi berupa peringatan tertulis hingga pencabutan izin edar produk.

Bagi kebanyakan orang, zat aditif pada makanan dalam jumlah yang aman tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, ada sebagian orang yang dapat mengalami efek samping, seperti diare, sakit perut, batuk, pilek, muntah, gatal-gatal, dan ruam kulit setelah mengonsumsi makanan dengan kandungan zat aditif. Efek samping ini bisa saja terjadi jika seseorang memiliki reaksi alergi terhadap zat aditif tertentu atau jika kandungan zat aditif yang digunakan terlalu banyak.

Ada beberapa zat aditif pada makanan yang diduga memiliki efek samping terhadap kesehatan, antara lain:

  • Pemanis buatan, seperti aspartam, sakarin, natrium siklamat, dan sukralosa
  • Asam benzoat dalam produk jus buah
  • Lecithin, gelatin, tepung maizena, dan propilen glikol dalam makanan
  • Monosodium glutamate (MSG)
  • Nitrat dan nitrit pada sosis dan produk olahan daging lainnya
  • Sulfit dalam bir, anggur, dan sayuran kemasan
  • Maltodextrin

Reaksi terhadap zat aditif apa pun bisa bersifat ringan atau parah. Misalnya, sebagian orang dapat mengalami gejala asma yang kambuh setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung sulfit. Sementara itu, pemanis buatan aspartam dan MSG dapat menyebabkan efek samping berupa sakit kepala.

Contoh lainnya kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji dengan kadar nitrat dan nitrit yang tinggi bisa menyebabkan gangguan pada tiroid dan meningkatkan risiko kanker.
Untuk melindungi diri dari efek buruk kelebihan zat aditif pada makanan, seseorang dengan riwayat alergi atau intoleransi makanan harus lebih cermat dan teliti dalam memeriksa komposisi pada label kemasan.

Jika muncul reaksi atau keluhan tertentu pada tubuh Anda setelah mengonsumsi produk makanan dan minuman yang mengandung zat aditif, Anda dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Bila perlu, bawa contoh makanan atau minuman yang mungkin menjadi penyebabnya.

Selain mengatur bahan tambahan pangan yang diizinkan, Permenkes No. 033/2012 juga mengatur bahan kimia yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan.

Berikut adalah bahan kimia yang dimaksud dalam Permenkes tersebut: asam borat/asam boraks dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin (pemanis buatan), formalin, kalium bromat, kalium klorat (garam), kloramfenikol (antibiotik), minyak nabati brominasi, nitrofurazon, dulkamara, kokain, nitrobenzena, sinamil antranilat, dihidrosafrol, biji tonka, minyak kalamus, minyak tansi dan minyak sassafras.

Baca juga : Pola dan Zat Gizi pada Tuberkulosis

0 Disukai

4400 Kali Dibaca